Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Sex bokep Suara pletak-pletok mendekat.“Ayo tengkurap..!” kata wanita setengah baya itu.Aku tengkurap. Jagain sebentar ya..!”Ya itulah kabar gembira, karena Wien lalu mengangguk.Setelah mengunci salon, Wien kembali ke tempatku. Dingin. Hitam. Tapi kakiku saja yang seperti memagari tubuhnya. Aku tidak berani menatap wajahnya. Ia tersenyum. Ya sekarang..!” pintanya penuh manja.Tetapi mendadak bunyi telepon di ruang depan berdering. Ya nggak apa-apa,” katanya menjawab telepon.“Siapa Mbak..?” kataku sambil menancapkan Junior amblas seluruhnya.“Si Nina, yang tadi. Jari tangan mulai dingin. Tapi kakiku saja yang seperti memagari tubuhnya. Kring..! Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Sopir menepikan kendaraan persis di depan sebuah salon. Makin lama makin jelas. Mobil melaju. Tidak pasang wajah perangnya.“Kayak kemarinlah..,” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.Begitu kebetulankah ini? Keras sekali.“Jangan cuma ditunjuk dong, dipegang boleh.”Ia berdiri. Kadang-kadang ketimun. Dari atas: Turun. Aku berhasil. Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang mengalun dari speaker yang ditanam




















